Jumat, 04 Maret 2011

Kebijakan Bank Indonesia

Kebijakan mengaitkan loan to deposit ratio (LDR) dengan giro wajib minimum (GWM) masih berada di persimpangan jalan. Beberapa bankir masih silang pendapat. Ada yang pro dengan kebijakan Bank Indonesia (BI) tersebut, banyak pula yang masih memperdebatkan kebijakan tersebut, atau dalam kata sederhana, tidak setuju. Soalnya, terletak pada tata cara penghitungan LDR itu sendiri.

Yang pro—dalam hal ini para bankir—terhadap kebijakan BI adalah mereka yang tetap pada pengertian loan atau kredit, seberapa besar bank menyalurkan kredit ke sektor riil atau dalam hal ini benar-benar menjalankan fungsi intermediasi. Bank menyalurkan kredit kepada dunia usaha dalam bentuk kredit.

Sementara, sebagian besar bankir menyebutkan bahwa penghitungan LDR bisa memasukkan unsur surat-surat berharga (SSB). Alasannya, toh bank menyalurkan kredit secara tidak langsung, karena membeli obligasi korporasi yang pada akhirnya untuk mengembangkan usaha.

Kedua pendapat itu sama-sama dapat diterima karena kebijakan BI memang ditekankan agar bank-bank giat menyalurkan kredit. Kelebihan likuiditas bank-bank tidak “disekolahkan” di BI dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Di sisi lain, bank-bank yang kurang sependapat tidak kehilangan keuntungan jika SSB tidak dihitung dalam LDR, karena harus lebih banyak menempatkan likuiditasnya dalam bentuk GWM.

Selama tiga bulan pertama tahun ini, persoalan mendasar yang dialami perbankan nasional adalah mandeknya fungsi intermediasi. Selama satu tahun terakhir, kredit hanya tumbuh 11%, bahkan dibandingkan dengan akhir 2009 terjadi penurunan outstanding kredit.

Suku bunga sudah diturunkan, tapi laju kredit masih lebih rendah daripada laju pertumbuhan dana. Akibatnya, kredit yang ditargetkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai. Untuk menopang pertumbuhan ekonomi 5,8% setidaknya dibutuhkan pertumbuhan kredit 22% sampai dengan 25%.

Itulah peran perbankan dalam mendorong pertumbuhan kredit. Nah, kalau tidak ada kebijakan insentif yang mendorong perbankan, diperkirakan pertumbuhan kredit hanya sebatas angka-angka proyeksi. Jadi, kebijakan Kebon Sirih (BI) itu penting untuk didukung, namun tentunya perlu kompromi dengan kalangan perbankan.

Alasannya bukan karena bank-bank pelit memberikan kredit kepada dunia usaha, melainkan karena dunia usaha sendiri yang tidak mengambil kredit yang sudah cair. Angka kredit yang tidak dicairkan (undisbursed loan) terus mendaki dalam kurun waktu empat tahun terakhir, bahkan hingga lima kali. Posisi terakhir mencapai Rp500 triliun.

Angka kredit boleh saja berjalan lambat, tapi rapor bank tetap berkilau. Itulah gaya khas perbankan Indonesia. Ekspansi kredit rendah, tapi tingkat keuntungan tinggi. Sebagai bank yang berfungsi memberikan kredit, tentu laba akan terganggu. Nah, karena margin bank masih lebar—karena sifat sektor yang dibiayai tahan suku bunga (sektor konsumsi)—pendapatan bunga bank masih tetap besar.

Rapor tiga bulanan bank-bank di Indonesia menunjukkan prestasi yang meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya. Ada kenaikan laba yang yang luar biasa tajamnya. Bank-bank besar mencatat laba yang lebih baik daripada tahun sebelumnya. Bank-bank itu adalah Bank Mandiri, Bank Danamon, Bank Rakyat Indonesia (BRI) serta Bank Negara Indonesia (BNI).

Tidak hanya bank-bank itu, tapi juga bank-bank di bawahnya. Perolehan laba itu lebih banyak disebabkan oleh kemampuan bank dalam meningkatkan pendapatan bunga dan pendapatan nonoperasional.

Hal ini bisa jadi karena pada periode ini terjadi penurunan cost of loanable funds. Tidak seperti pada 2009, yang situasinya seperti sedang terbakar akibat efek krisis keuangan global. Likuiditas mengetat dan terjadi migrasi dana ke bank-bank yang dinilai lebih baik dan kokoh akibat efek bencana keuangan.

Bicara soal dana pihak ketiga (DPK) tentu tidak bisa lepas dari pengalaman nasabah Bank IFI, yang nasibnya masih terkatung-katung karena menerima imbalan lebih besar dari ketentuan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Perdebatan menyangkut bunga yang dijamin LPS menjadi pembicaraan menarik karena terjadi pro dan kontra mengenai pemberian voucher atau hadiah dalam penghitungan suku bunga.

Dalam pandangan umum, sepanjang bank menetapkan suku bunga di atas penjaminan, dana di atas Rp2 miliar tidak diganti kalau bank ditutup. Nah, dalam konteks bank yang masih hidup, praktik-praktik pemberian voucher, hadiah, maupun suku bunga di atas penjaminan, tentu risiko berada pada pemilik karena yang dijamin adalah Rp2 miliar dan sisanya ditanggung pemilik bank bersangkutan.

Untuk itu, dalam beleid baru nanti, apakah voucher, cash back ataupun barang yang diberikan secara langsung kepada nasabah, baik pada awal maupun ketika jatuh tempo, perlu lebih ditegaskan dari awal dengan sosialisasi yang baik. Jangan sampai, nanti akan mengalami masalah seperti nasabah Bank IFI.

Apa pun kebijakan voucher yang akan keluar nanti, yang pasti perlu sosialisasi yang baik, dan bank-bank yang menetapkan serta memberikan voucher atau kebijakan lain tetap tergantung banknya—dan juga tergantung nasabahnya.

Jika nasabahnya secara sadar, tentu menjadi risiko nasabah bersangkutan. Sepanjang bank masih hidup, maka kebijakan pemberian voucher sebagai upaya mempertahankan likuiditas dengan risiko yang harus diketahui nasabah.

Hal yang sama berlaku pada kebijakan mengaitkan LDR ideal (85%) dengan GWM, yang merupakan langkah yang baik. Namun, pemberian kredit bukan semata-mata menyebar uang ke dunia usaha secara jorjoran. Sebab, pemberian kredit yang serampangan juga akan menghasilkan kredit bermasalah (non performing loan atau NPL).

Hanya, masalahnya sekarang, siapkah bank-bank menghadapi beleid baru ini kalau toh persoalan sebenarnya ada di dunia usaha, bukan di sektor perbankan. Angka kredit yang tidak dicairkan di atas adalah cermin dari rendahnya daya serap kredit oleh dunia usaha.

Sementara, ide pembelian SSB (obligasi korporasi) dimasukkan dalam penghitungan LDR, kendati sulit diterima, patut digarisbawahi—karena pembelian obligasi korporasi juga secara tidak langsung mendorong dunia usaha. Apalagi, sangatlah tidak mungkin bank tidak mau memberikan kredit karena margin kredit masih lebih besar daripada surat berharga.

BI dan kalangan perbankan perlu menempuh jalan kompromi yang saling memahami peran masing-masing. Sebab, semua kebijakan itu membawa konsekuensi bagi bank yang rendah LDR-nya dan juga bagi bank yang sangat tinggi LDR-nya. (*)

sumber : infobanknews.com

Fungsi dan Peranan Bank Sentral Dalam Perbankan

Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.

Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:

Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.

Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.

Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.

Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.

Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.

Sumber : http://www.bi.go.id

Pengertian Bank, Klasifikasi, Tugas, Fungsi dan Kegiatan Bank

1.1 Pengertian BANK

Strategi bank dalam menghimpun dana adalah dengan memberikan penarik bagi nasabahnya berupa balas jasa yang menarik dan menguntungkan. Balas jasa tersebut dapat berupa bunga bagi bank yang berdasarkan prinsip konvensional dan bagi hasil untuk bank yang berdasarkan prinsip syariah. Kemudian penarikan lainnya dapat berupa cendra mata, hadiah, undian, atau balas jasa lainnya, semakin beragam dan menguntungkan balas jasa yang diberikan, maka akam menambah minat masyarakat untuk menyimpan uangnya.

Menurut pasal 1 Undang - Undang No. 4 Tahun 2003 tentang Perbankan, Bank adalah Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Sedangkan berdasarkan pasal 1 Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bank didefinisikan sebagai berikut : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

1.2 Klasifikasi Bank
Klasifikasi bank berdasarkan fungsi atau status operasi, antara lain :

Bank Sentral;
Secara umum, fungsi bank sentral dalam sistem perbankan antara lain: (Siamat, 1993, hal:26)

Melaksanakan kebijakan moneter dan keuangan;

Memberi nasehat pada pemerintah untuk soal-soal moneter dan keuangan.

Melakukan pengawasan, pembinaan,dan pengaturan perbankan.

Sebagai banker’s bank atau lender of last resort.

Memelihara stabilitas moneter.

Melancarkan pembiayaan pembangunan ekonomi.

Mendorong pengembangan perbankan dan sistem keuangan yang sehat.

1.3 Tugas Dan Fungsi Bank

Bank mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai mata uang. Kestabilan nilai mata uang ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar mata uang negara sendiri terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai .

1.4 Kegiatan Bank

1. Menghimpun Dana (Funding)

Kegiatan menghimpun dana merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal juga dengan kegiatan funding. Kegiatan membeli dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan. Simpanan sering disebut dengan nama reke¬ning atau account. Jenis-jenis simpanan yang ada dewasa ini adalah:

a. Simpanan Giro (Demand Deposit),
Simpanan giro merupakan simpanan pada bank yang penarik¬annya dapat dilakukan dengan menggunakan cek atau bilyet giro. Kepada setiap pemegang rekening giro akan diberikan bunga yang dikenal dengan nama jasa giro. Besarnya jasa giro tergantung dari bank yang bersangkutan. Rekening giro biasa digunakan oleh para usahawan, baik untuk perorangan maupun perusahaannya. Bagi bank jasa giro merupakan dana murah ka¬rena bunga yang diberikan kepada nasabah relatif lebih rendah dari bunga simpanan lainnya.

b. Simpanan Tabungan (Saving Deposit),
Merupakan simpanan pada bank yang penarikan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh bank. Penarikan tabungan di¬lakukan menggunakan buku tabungan, slip penarikan, kuitansi atau kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Kepada pemegang rekening tabungan akan diberikan bunga tabungan yang meru¬pakan jasa atas tabungannya. Sama seperti halnya dengan re¬kening giro, besarnya bunga tabungan tergantung dari bank yang bersangkutan. Dalam praktiknya bunga tabungan lebih besar dari jasa giro.

c. Simpanan Deposito (Time Deposit),
Deposito merupakan simpanan yang memiliki jangka wak¬tu tertentu (jatuh tempo). Penarikannyapun dilakukan sesuai jangka waktu tersebut. Namun saat ini sudah ada bank yang memberikan fasilitas deposito yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat. jenis depositopun beragam sesuai dengan keinginan nasabah. Dalam praktiknya jenis deposito terdiri dari deposito berjangka, sertifikat deposito dan deposit on call.

2. Menyalurkan Dana (Lending)

Menyalurkan dana merupakan kegiatan menjual dana yang ber¬hasil dihimpun dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal dengan nama kegiatan Lending. Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank dila¬kukan melalui pemberian pinjaman yang dalam masyarakat lebih dikenal dengan nama kredit. Kredit yang diberikan oleh bank terdiri dari beragam jenis, tergantung dari kemampuan bank yang menya¬lurkannya. Demikian pula dengan jumlah serta tingkat suku bunga yang ditawarkan.

Sebelum kredit dikucurkan bank terlebih dulu menilai kelayakan kredit yang diajukan oleh nasabah. Kelayakan ini meliputi berbagai aspek penilaian. Penerima kredit akan dikenakan bunga kredit yang besarnya tergantung dari bank yang menyalurkannya. Besar kecilnya bunga kredit sangat mempengaruhi keuntungan bank, mengingat keuntungan utama bank adalah dari selisih bunga kredit dengan bunga simpanan. Secara umum jenis-jenis kredit yang ditawarkan meliputi :

a. Kredit Investasi,
Yaitu merupakan kredit yang diberikan kepada pengusaha yang melakukan investasi atau penanaman modal. Biasanya kredit jenis ini memiliki jangka waktu yang relatif panjang yaitu di atas 1(satu) tahun. Contoh jenis kredit ini adalah kredit untuk mem-bangun pabrik atau membeh peralatan pabrik seperti mesin-mesin.

b. Kedit Modal Kerja,
Merupakan kredit yang digunakan sebagai modal usaha. Biasanya kredit jenis ini berjangka waktu pendek yaitu tidak.lebih dari 1 (satu) tahun. Contoh kredit ini adalah untuk membeli bahan baku, membayar gaji karyawan dan modal kerja lainnya.

c. Kredit Perdagangan,
Merupakan kredit yang diberikan kepada para pedagang dalam rangka memperlancar atau memperluas atau memperbesar kegiatan perdagangannya. Contoh jenis-kredit ini adalah kredit untuk membeli barang dagangan yang diberikan kepada para suplier atau agen.

d. Kredit Produktif,
Merupakan kredit yang dapat berupa investasi, modal keda atau perdagangan. Dalam arti kredit ini diberikan untuk diusahakan kembali sehingga pengembalian kredit diharapkan dari hasil usaha yang dibiayai.

e. Kredit Konsumtif,
Merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan pribadi mi¬sainya keperluan konsumsi, baik pangan, sandang maupun pa¬pan. Contoh jenis kredit ini adalah kredit perumahan, kredit kendaraan bermotor yang kesemuanya untuk dipakai sendiri.

f. Kredit Profesi,
Merupakan kredit yang diberikan kepada para kalangan profe¬sional seperti dosen, dokter atau pengacara.

3. Memberikan jasa- jasa Bank Lainnya (Services)

Jasa-jasa bank lainnya merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Sekalipun sebagai kegiatan penunjang, kegiatan ini sangat banyak memberikan keuntungan bagi bank dan nasabah, bahkan dewasa ini kegiatan ini memberikan kontribusi keuntungan yang tidak sedikit bagi keuntungan bank, apalagi keuntungan dari spread based semakin mengecil, bahkan cenderung negatif spread (bunga sim-panan lebih besar dari bunga kredit).

Semakin lengkap jasa-jasa bank yang dapat dilayani oleh suatu bank maka akan semakin baik. Kelengkapan ini ditentukan dari permodalan bank serta kesiapan bank dalam menyediakan SDM yang handal. Disamping itu ,juga perlu didukung oleh kecanggihan teknologi yang dimilikinya. Dalam praktiknya jasa-jasa bank yang ditawarkan meliputi :

a. Kiriman Uang (Transfer)

Merupakan jasa pengiriman uang lewat bank. Pengiriman uang dapat dilakukan pada bank yang sama atau bank yang berlainan. Pengiriman uang juga dapat dilakukan derigan tujuan dalam kota, luar kota atau luar negeri. Khusus untuk pengiriman uang keluar negeri harus melalui bank devisa. Kepada nasabah pengirim dikenakan biaya kirim yang besarnya tergantung dari bank yang bersangkutan. Pertimbangannya adalah nasabah bank yang bersangkutan (memiliki rekening di bank yang bersangkutan) atau bukan. Kemudian juga jarak pengiriman antar bank tersebut.

b. Kliring (Clearing)

Merupakan penagihan warkat (surat-surat berharga seperti cek, bilyet giro) yang berasal dari dalam kota. Proses penagihan le¬wat kliring hanya memakan waktu 1 (satu) hari. Besarnya biaya penagihan tergantung dari bank yang bersangkutan.

c. Inkaso (Collection)

Merupakan penagihan warkat (surat-surat berharga seperti cek, bilyet giro) yang berasal dari luar kota atau luar negeri. Proses penagihan lewat inkaso tergantung dari jarak lokasi penagihan dan biasanya memakan waktu 1 (satu) minggu sampai 1 (satu) bulan. Besarnya biaya penagihan tergantung dari bank yang bersangkutan dengan pertimbangan jarak serta pertimbangan lainnya.

d. Safe Deposit Box

Safe Deposit Box atau dikenal dengan istilah safe loket jasa pelayanan ini memberikan layanan penyewaan box atau kotak pengaman tempat menyimpan surat-surat berharga atau barang-¬barang berharga milik nasabah. Biasanya surat-surat atau barang-¬barang berharga yang disimpan di dalam box tersebut aman dari pencurian dan kebakaran. Kepada nasabah penyewa box di¬kenakan biaya sewa yang besarnya tergantung dari ukuran box serta jangka waktu penyewaan.


e. Bank Card (Kartu kredit)

Bank card atau lebih populer dengan sebutan kartu kredit atau juga uang plastik. Kartu ini dapat dibelanjakan di berbagaf tem¬pat perbelanjaan atau tempat-tempat hiburan. Kartu ini juga dapat digunakan untuk mengambil uang tunai di ATM-ATM yang tersebar diberbagai, tempat yang strategis. Kepada pemegang kartu kredit dikenakan biaya iuran tahunan yang besarnya ter¬gantung dari bank yang mengeluarkan. Setiap pembelanjaan memiliki tenggang waktu pembayaran dan akan dikenakan bunga dari jumlah uang yang telah dibelanjakan jika melewati tenggang waktu yang telah ditetapkan.

f. Bank Notes

Merupakan jasa penukaran valuta asing. Dalam jual beli bank notes bank menggunakan kurs (nilai tukar rupiah dengan mata uang asing).

g. Bank Garansi

Merupakan jaminan bank yang diberikan kepada nasabah dalam rangka membiayai suatu usaha. Dengan jaminan bank ini si peng¬usaha memperoleh fasilitas untuk melaksanakan kegiatannya dengan pihak lain. Tentu sebelum jaminan bank dikeluarkan bank terlebih dulu mempelajari kredibilitas nasabahnya.

h. Bank Draft

Merupakan wesel yang dikeluarkan oleh bank kepada para nasabahnya. Wesel ini dapat diperjualbelikan apabila nasabah membutuhkannya.

i. Letter of Credit (L/C)

Merupakan surat kredit yang diberikan kepada para eksportir dan importir yang digunakan untuk melakukan pembayaran atas transaksi ekspor-impor yang mereka lakukan. Dalam tran¬saksi ini terdapat berbagai macam jenis L/C, sehingga nasabah dapat meminta sesuai dengan kondisi yang diinginkannya.

j. Cek Wisata (Travellers Cheque)

Merupakan cek perjalanan yang biasa digunakan oleh turis atau wisatawan. Cek Wisata dapat dipergunakan sebagai alat pem¬bayaran diberbagai tempat pembelanjaan atau hiburan seperti hotel, supermarket. Cek Wisata juga bisa digunakan sebagai hadiah kepada para relasinya.

k. Menerima setoran-setoran.

Dalam hal ini bank membantu nasabahnya dalam rangka me¬nampung setoran dari berbagai tempat antara lain :

- Pembayaran pajak
- Pembayaran telepon
- Pembayaran air
- Pembayaran listrik
- Pembayaran uang kuliah

l. Melayani pembayaran-pembayaran.

Sama halnya seperti dalam hal menerima setoran, bank juga melakukan pembayaran seperti yang diperintahkan oleh nasa¬bahnya antara lain :

- Membayar Gaji/Pensiun/honorarium
- Pembayaran deviden Pembayaran kupon
- Pembayaran bonus/hadiah

m. Bermain di dalam pasar modal.

Kegiatan bank dapat memberikan atau bermain surat-surat berharga di pasar modal. Bank dapat berperan dalam berbagai kegiatan seperti menjadi :

- Penjamin emisi (underwriter)
- Penjamin (guarantor)
- Wali amanat (trustee)
- Perantara perdagangan efek (pialang/broker)
- Pedagang efek (dealer)
- Perusahaan pengelola dana (invesment company)

Sumber : http://massofa.wordpress.com/2008/11/03/klasifikasi-bank/